09 May 2010

begitulah


 Adik adik, coba temukan beberapa kesamaan dalam gambar dibawah ini




Di genggaman tangan sang kesendirian,
Ada puisi yang hangat, tintanya belum mengering
Lalu ia menatap ruang,
Ada pengertian yang tak perlu terjawab, rodanya masih berputar

Sambil menghirup udara di waktu yang tak pernah ia kenali namanya,
Hadir duri duri dan lumpur
Merambat di pijakan, menunggu untuk terinjak, tak akan puas sampai kau berteriak
Sampai disaat kesendirian, hanya ada waktu dan cermin
Tak akan bisa kembali jika kabur berlari
Satu satunya jalan adalah: tatap dan amati

Lalu sang kesendirian ditakdirkan untuk tak punah, dan menjalar ber-evolusi
Berkilat-kilat merayapi waktu dan cermin

Lalu semuanya sama,
Seingatku disini tak pernah ada manusia


------------

*sepertiga pagi di saat Sore, selasar Karolina, dalam bulan yang lain dan bumi yang sama*
Dengar
Bantal ini merintih menahan air mata rembes ke dasarnya
Lalu setiap tempat yang kuinjak menjadi makam
Kamar kamar dan lorong membuai kematian

Sempat teringat suatu saat,

Dan menjadi mengerti bahwa setiap luka adalah rahim yang tak berbatas
Kehidupan baru akan lahir saat bulan merah jambu
Ketika darah melebur dengan putih hatimu

Ada denting yang bergetar pelan dalam pekik kelelahan

Diamlah sejenak, dengarkan itu
Jika harapan telah tenggelam dalam lumpur, bisakah ia kembali selugu dulu?

Kekasih, sekarang tiap kata menjadi jelas dan bergetar

Aku tahu,
Ada ekstase yg mengintip gugup dari pori wajahmu
Katanya slalu ada logika untuk setiap pikiran yang gila
Bergeraklah sebelum pagi memburumu jadi kenangan
Tidak semuanya ingin terbakar sampai kesana

Siapkah kau mendengar

sebuah pelajaran tentang kejauhan?



----

w/Ára Bátur
Pelangi meledak di kepalaku, Djana
Ini pagi, pukul tujuh membelah diri jadi dua
Mataku meraung mencari langit
Aku terhimpit tubuh sendiri

Sekarang jalan menyeringai jadi rintangan

Dan awan adalah sekumpulan bara api yang membuat langitku memerah

Ting....ting....

Ada dentingan yang memanggil dari luar jendela
Sungguh tak akan kuintip, Djana!
Leherku membatu, segan untuk palingkan muka!
Sejuta kutu sedang merayapi layar perak
Maka itu kututup! Penonton tak boleh masuk!
Biarkan sesaat aku kutuki darah yang membeku ini

Di depan ada batu, segala rupa debu

Aku begitu benci bahwa bergerak adalah maju


***

pagi. Ditemani GYBE yg berotasi di kamarku.