27 July 2009

kisah

hidup adalah ribu cerita meliliti waktu
gugur, mekar, lapukkan serta indahkan
kisah merajut udara, hembuskan manusia
lahirkan pertanyaan, insyafi keadaan
jauh terbangi rongga kepala

adalah pekat panjang disini
kuakkan, ingin robek memori
tertidur aku, lupakan kisah dulu ku
dan mimpi sunyi menoreh ingatan

maka ku kunjungi cerita mereka
selalu ramai di tiap kepala
ku sendiri hanya mendengar genggam sepi
menadah kisah yang terbang menari dari hidupmu...

receh

tuhan, apakah kau ada?
hidup dan mati berserakan dimana saja
waktu yang egois, tak peduli begaimanapun tetap jalan terus

tuhan, kau pikir kau siapa?
mengoyak, menambal-nambal jiwa siapa saja. kau bikin kami merasa jadi butiran pasir yang pasrah, menunggu untuk dihempaskan, lalu mengepul remuk di udara

tuhan, bolehkah aku untuk tidak percaya?
dan aku pikir aku tak perlu titah apapun darimu

aku, akan melepaskan diriku. maka kau tuhan, dan kau hidup, tak ada yang bisa kalian ambil dariku karena aku telah tak punya apa apa
setiap hal yang kau rampas adalah pemberian yang mesra

dunia sampai akhirat, cuma keping receh yang kutaruh di kantung celanaku; saat ia hilang, aku mendapatkan segalanya!

fraktal 1

dalam dunia yang menghamparkan setumpuk jawaban berdebu untuk diingat setiap orang, maka adalah sebuah ketidakpantasan jika tiap orang mengingat pertanyaan pertanyaan dirinya sendiri.

bagi dunia itu, pertanyaan adalah untuk dilupakan

menelanjangi waktu

waktu akhirnya tidak mau tunduk hukum-hukum dan pengukuran yang manusia tentukan padanya, suatu hal yang sudah terlalu biasa terapkan juga pada banyak hal dalam hidup ini.

adalah dalam ruangan tiga kali tiga meter ini, yang nyatanya masih layak untuk ditinggali oleh manusia yang terlanjur mencandu peradaban seperti diriku, waktu telah memberontak, waktu telah melupakan pengenalan-pengenalan yang manusia kenakan padanya dengan obsesif.

detik detik, menit, jam, hari, minggu minggu, telah meluruh sama sekali. ia akhirnya menjadi dirinya sendiri lagi, sebagai sesuatu yang merentang diam-diam, atau membeku sedemikian rupa; mengalir begitu saja dalam caranya yang seenaknya sendiri.

menjadi momen momen, menjadi situasi situasi--itulah yang menjadi makna waktu bagiku saat ini.

25 July 2009

urai

selama ini aku mencoba memahami diriku, dengan mengupas lapisan-lapisan yang ada. mengulitinya, mencoba untuk mrndapatkan sebuah inti yang dapat menjadi tumpuan pemahamanku. dan lapisan-lapisan itu hanyalah sesuatu yang bisa tumbuh dan terlepas kapan saja, hanya serangkaian perpanjangan diri.

diri, adalah suatu yang misterius. ia seperti sebuah harta karun, seperti sebuah jawaban, yang menunggu di suatu letak dan masa yang tak terketahui, teronggok disana menunggu untuk ditemui suatu waktu.

ternyata tidak.

saat aku mencoba mengurai lapisan-lapisan itu, mengulitinya satu persatu, menanti untuk menemukan suatu inti, ternyata lapisan-lapisan itu terus ada, sampai pada satu titik, suatu ketiadaan muncul setelah kupasan terakhir.

dan lapisan-lapisan yang terjatuh berserakan, beserta ketiadaan tersebut, itulah diriku !!
tak ada inti, tak ada yang menunggu untuk ditemukan. tak ada onggokan inti yang selanjutnya menentukan lapisan-lapisan itu.

dari awal, saat aku terpaksa dilahirkan di dunia ini, semua awal adalah ketiadaan.
ketiadaan yang selanjutnya melapisi dirinya sendiri terus menerus, membentuk lapisan-lapisan itu dari setiap momen dan pemahaman hidupku, menciptakan suatu ke-ada-an; ke-ada-an yang akan melapisi lapisan-lapisannya lagi.

manusia ada sebagaimana ia menjadikan dirinya sendiri.

ke-ada-an manusia adalah lapisan-lapisan yang ia bentuk dari ketiadaannya.


ledak

ini adalah dalih dari kenyataan yang kau rakit dengan gelombang kuasa
dalih dari diri yang kemarin amnesia
dirajah dengan mania yang kau tak ingin aku lupa
saat hitam dan biru lebam ini meletuskan lahar lahar merah keunguan
menguras tanah, menoreh nanah


kau bisa menjadi matahari yang menyapa tubuhku tajam tajam
tapi aku adalah hitam yang menari dalam kemiringan malam walau kau pura-pura jadi terang bintang
aku adalah hitam yang membimbing langit pada warna di tanah kering yang kita tumbuhi
aku adalah lupa yang mengembalikan hasrat pada ingatan
mencair dalam kolong kolong berdebu dan loteng pengap


aku adalah ledakan abu-abu, mengantar pelangi pada gradasi yang menceraikan warna
aku adalah asap yang menyusun sobekan rasa rindumu yang tercecer dalam logika satu dua tiga



aku hanya bermain kata-kata, puisi ini kucuri dari perasaanmu saja.